Selasa, 31 Juli 2018

GARUDA SVETA-RAKTA-KHAGAH: SANG GARUDA MERAH PUTIH PEMBEBAS DARI PENJAJAHAN

GARUDA SVETA-RAKTA-KHAGAH: SANG GARUDA MERAH PUTIH PEMBEBAS DARI PENJAJAHAN

(Tulisan Pertama dari Tiga Tulisan)

Oleh: Dr. Bambang Noorsena

Alkisah, seekor kuda bernama Uccaihsrawa secara ajaib muncul ketika pengadukan gunung Mandara (Mandaragiri) untuk memperoleh tirta amerta. Pada suatu hari Winata dan Kadru, dua istri Bagawan Kasyapa, memperdebatkan warna kuda itu. "Putih", kata Winata. "Tidak semua", bantah Kadru, "ada warna hitam pada kakinya". Karena saling silang pendapat itu, mereka bertaruh dan siapa yang kalah akan menjadi budak. Keduanya akan menyaksikan langsung sosok Uccaihsrawa dari dekat, esok paginya.

Sebelum taruhan itu terjadi, Kadru menceritakan rencana itu kepada anak-anaknya, yaitu para naga. "Warna Uccaihsrawa itu putih belaka, Bunda!", kata para naga. Kadru yang cemas akan kalah, menyuruh anak-anaknya untuk memercikkan bisa ular ke ekor kuda itu supaya ada bercak warna hitamnya. Para naga mula-mula tidak mau, karena perbuatan itu tidak pantas. Kadru marah dan mengancam mengutuk mereka akan ditelan api pada saat upacara korban ular yang diselenggarakan Raja Jayamejaya, cicit Arjuna. Mereka akhirnya melaksanakan perintah ibunya.

Karena curang Kadru menang, Winata harus rela menjadi budaknya. Sementara itu, sang garuda yang baru lahir mencari keberadaan ibunya. Elang perkasa yang juga disapa "Sveta-Rakta" (Sang Merah Putih) itu, akhirnya mendapati ibunya yang diperbudak Kadru untuk mengasuh naga-naga. Sang Garuda yang tidak tega melihat penderitaan ibunya, bertanya kepada para naga apa yang bisa dilakukannya untuk pembebasan sang ibu. "Kamu harus membawa tirta amerta kepada kami, hai Putra Winata!". Garuda pun menyanggupi permohonan mereka.

Demi membebaskan sang ibu, Garuda harus menghadapi perjuangan yang berat melawan dewa-dewa. Sang Garuda menang, dan sampailah ke tempat tirta amerta berada untuk mengambilnya. "Mintalah kepadaku, hai Sang Garuda", kata Sang Hyang Wisnu yang datang tiba-tiba, "kalau kamu menginginkan air suci itu, Aku akan memberikannya". "Berikanlah kepada hamba anugerah lain", pinta Garuda. "Kalau itu permohonanmu", kata Sang Hyang Wisnu, "jadilah kamu kendaraanku dan sekaligus menjadi lambang panji-panjiku". Sang Garuda setuju.

Maka terbanglah putra Winata itu membawa amerta dan akan memberikannya kepada para naga, dengan syarat mereka harus menyucikan diri dahulu sebelum meminumnya.
Melayanglah Svarnakaya (Sang Raja Emas) itu, sembari berkata: "IDAM ANITAM AMRTAM PRWRTI MANHATAH" (Inilah jerih juangku mengambil amerta, jadilah sarana pembebasan ibuku). Menyaksikan kedatangan Garuda, naga-naga sangat senang dan ingin segera minum tirta amerta. Sementara mereka sedang bersuci, Sang Hyang Indra telah membawa kembali air suci itu ke surga. Naga-naga sangat kecewa, tetapi itulah karma yang harus diterimanya karena mereka pernah berbuat salah memecikkan bisa ular ke Uccaihsrawa, atas desakan Kadru.

Tirta amerta telah tiada, hanya tetes-tetes sisanya memercik di daun-daun ilalang. Akhirnya, naga-naga itu hanya dapat menjilati ilalang itu, sampai lidahnya tersayat dan terbelah menjadi dua (dwijihva). Sebaliknya, daun-daun ilalang itu menjadi suci karena percikan tirta amerta. TUGAS GARUDA MEMERDEKAKAN IBUNYA DARI PENJAJAHAN TELAH PARIPURNA. Sang garuda kembali ke surga, tampak begitu keramatnya setelah melalui perjuangannya berhasil memerdekakan ibunya.

Kisah kepahlawanan Sang Garuda di atas, dikutip dari kitab Adiparwa bahasa Jawa Kuno, yang telah disalin dari Mahabaratha Sanskerta pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh di Medang (991-1016 M), ternyata sangat menentukan corak kesenian Indonesia (Stutterheim, 1926:333).
Pilihan para bapa bangsa mengangkat garuda sebagai lambang negara mempunyai akar sejarah bangsa Indonesia yang sangat kuat dan panjang. Sejak Raja Balitung (898-910 M), Garuda telah dijadikan simbol kerajaan. Sang Burung Merah-Putih sebagai kendaraan Wisnu ini juga diabadikan dalam relief sejumlah candi (Prambanan, Banon, Belahan, Kidal, dan Kedaton) dari berbagai masa dalam sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara.

Selanjutnya, raja-raja Kediri, sejak Airlangga (1016-1042) dalam memberitakan tanah sima (bebas pajak) di desa Talan disertai dengan cap garuda (Garuda mukha), yang kemudian diteguhkan oleh Prabhu Jayabaya. Sejak Airlangga sampai raja Kadiri yang terakhir, Kerthajaya (1222), yang membangun Candi Penataran, Garuda Muka selalu dijadikan lencana negara (Muhammad Yamin 1951:146-147).

Kisah sang Garuda yang diuraikan di awal tulisan ini, selain tertulis dalam Adiparwa, juga dipahatkan dalam relief candi Kidal, yang dibangun sebagai penghormatan kepada Anusapati, raja kedua dari kerajaan Singhasari (1227-1248 M), yang mengandung magis-simbolis, yakni lambang kelepasan dan pembebasan jiwa (Made Titib, 2000:387).

Perjalanan sejarah panjang bangsa membuktikan bahwa simbol Garuda bukan hal yang asing bagi kebudayaan Indonesia. "Es wird getragen von dem Garuda, dem Indonesischen Adler der Mythologie und des Symbolisme" (Perlambang itu didukung oleh Garuda, yaitu burung Garuda dari mitologi dan simbolisme), kata Bung Karno di depan Universitas Hiedelberg, Germany, tanggal 22 Juni 1956. "Uns bedeutet der Garuda schöpferische kraft. Er trägt siebzehn flugfedern an jedem flugel und hat acht schwanzfedern" (Garuda berarti kekuatan kreatif bagi kami. Dia membawa tujuh belas bulu terbang di setiap sayap dan memiliki delapan bulu ekor), demikian Karno menjelaskan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

Sebagai kendaraan dan panji-panji Wisnu, sifat sebagai pemelihara dunia juga melekat pada sosok sang Garuda. Karena itu, sejak zaman kuno sosok Garuda juga menjadi simbol nasionalisme Indonesia, khususnya manifestasi Pancasila. Lebih dari semua itu, makna kontekstual Garuda itu dalam perjuangan bangsa kita, tidak lain menggambarkan perjuangan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan negara yang kuat. KISAH SANG GARUDA MEMBEBASKAN IBUNYA DARI PERBUDAKAN, MENGGAMBARKAN PERJUANGAN TANPA LELAH SEMUA ANAK-ANAK BANGSA MEMERDEKAKAN IBU PERTIWI DARI SEGALA BENTUK KAPITALISME, KOLONIALISME DAN IMPERIALISME.

© ISCS All Rights Reserved

Dikirim dari ponsel cerdas Samsung Galaxy saya.

Sabtu, 21 Juli 2018

3 mile-an-hour God: the speed of Love

3 mile-an-hour God: the speed of Love


Shalom, all brothers and sisters in Jesus Christ. Do you realize that our life can be summarized in one word: faster.
Anything we do, we do that faster and faster. Read fast. Eat fast. Speak fast. Walk fast. Drive fast. Pray fast. And so on.
Sometimes we forget that God want to walk with us at 3 mile an hour speed. As a Christian blogger wrote recently:(1)

John 9:1 says, "As he passed by, Jesus saw a man blind from birth." What if he was driving, running, or in a hurry? Instead, Jesus moved with a pace at which he could "see." He saw the man. He saw his need and he had compassion.

A Japanese theologian named Kosuke Koyama wrote a book called Three Mile an Hour God. In it he wrote:
"Love has its speed. It is a different kind of speed from the technological speed to which we are accustomed. It goes on in the depth of life at 3 miles per hour. It is the speed we walk and therefore the speed the love of God walks."
Jesus walks at the speed of love. He's our 3 mile-an-hour Savior. And he sees you. He sees your secrets and baggage, your pain and fear. He sees death and dung, and still chooses to walk among us. To forgive, to heal, to help.

Would you adjust your pace? Would you slow down so that you can "see"? See God's work in the world. See how you might join in on what He's doing. See the people around you. Know their needs. How can we be unhurried, undistracted, and attentive to the world around us? ​​

Go for a walk.
Sit on your front step in the evening.
Redefine how you use electronic devices.
Remove a few unnecessary items from your crowded calendar.
Set aside a few quiet moments every day to read God's word. To commune with him in prayer.

"As he passed by . . ." Jesus sees you. He's your 3 mile-an-hour Savior.


Here is a story of a man who chooses to walk for Jesus, and people whom he met along his walk:

William C.Heller Jr.6/21/2018 05:32:24 pm

This is my brief true story of a time in my life when I took a walk for Jesus.This journey began at highway 55 and Butler Hill road. I began walking up the ramp and praying to God this prayer. God you know I cannot walk to where ever you wish me to go. Would you please send me a ride and the person you desire me to talk to. Half way up the ramp a young man of college age stopped and offered me a ride.He then began to tell me all about his life and the church he attended which is the First Baptist church Of Festus.
The next thing he told me is how he was worried about his final exams in college. I told him how I once had to take my exams for my GED and asked God to help me take the test and that help came in the sense of calmness.The next thing I said to this young man was, You go to church, Have you asked God for any help in your life? He looked at me as if he new what to do next. By this time he was pulling off the side of the road right in front of the First Baptist Church which sits on the side of the highway.As I got out of his car he thanked me for my help.there was now a calm about him as well.
I sat on the guard rail for no more than fifteen minutes and began to walk as I prayed once more the same prayer as before. Right away I heard air brakes on a truck behind me and looked back as this man was only a few feet away and motioned for me to get into his truck. I am John Murdock a dairy driver from Madison, Wisconsin. I said my name is William Heller and I am walking for Jesus.He then told me about a young lady he had met on the road the week before doing the same thing.John would ask me about all things he had questions about the Bible. As he made his deliveries for the day and the day ended he invited me to stay with him and he bought me dinner and breakfast. I spent three days with John and he left me off on Highway 75 leading down to Atlanta. His last words were, I going to go home and read my Bible this weekend. This is only a small part of my walk for Jesus.If you like to hear more let your fingers do the walking and write me.


My prayer in this sunday morning (22/7/2018, pk. 7:23)

Jesus, forgive me for trying to do things faster and faster
Meanwhile, teach me to learn how to walk and love at a lower speed
Teach me to meet and greet people that I see along the walk
Thank you for Your forgiveness
Amen


Versi 1.0: 22 july 2018, pk. 7:24
Victor Christianto
The Second Coming Institute, www.sci4God.com
Books and papers: http://independent.academia.edu/VChristianto

References:
(1) http://www.sixthgen.com/the-blog/three-mile-an-hour-god


Victor Christianto
*Founder and Technical Director, www.ketindo.com
E-learning and consulting services in renewable energy
**Founder of Second Coming Institute, www.sci4God.com
Http://www.facebook.com/vchristianto
Twitter: @Christianto2013, Line: @ThirdElijah, IG: @ThirdElijah
***books: http://nulisbuku.com/books/view_book/9035/sangkakala-sudah-ditiup
http://nulisbuku.com/books/view_book/9694/sastra-harjendra-ajaran-luhur-dari-tuhan-a5
http://www.unesco.chair.network.uevora.pt/media/kunena/attachments/731/ChristologyReloaded_Aug2016.pdf
http://fs.gallup.unm.edu/APS-Abstracts/APS-Abstracts-list.htm
http://independent.academia.edu/VChristianto
Http://researchgate.net/profile/Victor_Christianto/
http://www.amazon.com/Victor-Christianto/e/B00AZEDP4E
http://nulisbuku.com/books/view_book/9661/teologi-yesus-sobat-kita-10-artikel-dialog-antara-teologi-dan-sains
http://nulisbuku.com/books/view_book/9693/jalan-yang-lurus-manual-anak-anak-terang-a5
http://www.mdpi.com/journal/mathematics/special_issues/Beyond_Quantum_Physics_Computation

Prau Layar

Prau Layar

Oleh Victor Christianto


Mark 4:37 >>
Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.

(Artikel ini akan saya tulis singkat saja)*

Pendeta Wahyu Pramudya agaknya penggemar berat lagu Gereja Bagai Bahtera, setidaknya itulah kesan yang saya dapat ketika dalam suatu seminar yang diadakan BPMSW Jatim, beliau mengajak semua peserta agar menyanyikan lagu tersebut dengan segenap hati. Di sela-sela bait demi bait, beliau menyatakan bahwa ada banyak jemaat yang sok tahu dst dst.. Saya tidak akan komentari ini, karena memang begitu bunyi lirik lagu tersebut.

Jadi teringat akan sebuah lagu yang memberi kesan mendalam pada saya. Ketika itu sekitar 2015 saya bekerja di Surakarta di sebuah lembaga kristen, dan setiap selasa sore, pulang kerja teman-teman berlima termasuk saya akan pergi ke suatu rumah joglo milik salah satu tokoh negeri ini. Kami dipersilakan berlatih gamelan sepuasnya, dengan seorang pelatih yang mumpuni tentunya.
Kami bergantian berlatih menggunakan perangkat gamelan tersebut, dan sejujurnya saya merasa sudah agak lupa cara bermain gamelan. Maklumlah terakhir kali main gamelan juga pas SMA aja.
Saya juga sering kleru-kleru memukul alat tersebut pada ketukan yang tepat.
Suatu kali, pas ada teman yang tidak ikut latihan, dan saya kebagian pegang gong. Nah, salah satu lagu yang kami latih adalah Prau Layar, salah satu karya Ki Nartosabdo almarhum yang kabarnya sangat populer di Jawa Tengah.(2)
Nah, ketika lagu itu kami mainkan, saya jadi larut dalam ritme alunan lagu dan gong yang saya pukul kok ya bisa pas terus ketukannya. Pikiran saya seperti mengembara ikut membayangkan sedang naik perahu layar di danau yang sejuk.

Sekarang kisah Pak Martin
Beberapa waktu lalu, Pdt. Martin Krisanto Nugroho yang saya kenal baik sejak masih SMA, mengirimkan link video klipnya di youtube, sangat menarik karena dia menceritakan pengalamannya waktu masih sekolah. Ya biasalah anak muda, tidak dulu tidak sekarang suka ngebut, dan akhirnya sepeda motornya remuk. Diceritakannya betapa dia ketakutan pada ayahnya yang pasti marah.**

Nah, sekarang saatnya masuk perenungan, jika Anda sebagai warga gereja, analogi yang mana yang paling tepat menggambarkan gereja tempat Anda bernaung: bahtera, perahu layar, atau sepeda motor yang dikemudikan cepat tapi agak kacau pengemudinya?

Ijinkan saya mengutip pemikiran salah satu teolog Jepang, almarhum Kosuke Koyama, yang salah satu artikelnya sangat menarik: "Tuhan yang berkecepatan 3 mil per jam."(3)
Kosuke Koyama adalah teolog Asia yang piawai membuat analogi, salah satunya adalah tentang "Tiada gagang pada salib." Maksudnya salib itu mesti dipikul, bukan digenggam seperti palu atau gawai.(4)
Beliau menegaskan betapa sering kita sebagai gereja tergesa-gesa ke sana kemari tanpa tujuan yang jelas. Tidak heran kita sering bingung sendiri lalu berteriak seperti refren lagu Gereja bagai bahtera: "Tuhan tolonglah."
Seandainya kita mengendalikan perahu layar kita sesuai ke mana arah angin (Roh Kudus), meski terasa lambat namun pasti akan berlayar ke tujuan yang tepat. Intinya bukan kecepatan yang penting, namun apakah kita di rute yang memang Tuhan kehendaki.
Menurut penuturan Yesus sendiri, angin (Roh Kudus) bergerak ke mana Dia mau:

"8 Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau
tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan
tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." - Yoh. 3:8

Lihat juga petikan kisah Filipus :

26 Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, katanya: "Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza." Jalan itu jalan yang sunyi.
27 Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah.
28 Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya.
29 Lalu kata Roh kepada Filipus: "Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!"
30 Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: "Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?" - Kis. 8:26-30

Nah, sekarang kembali pada kita: pertanyaannya apakah kita sebagai gereja mau ikut petunjuk Tuhan atau kita mau membajak Tuhan agar mengikuti maunya kita?
Mari kita semua bertobat dan belajar mencari wajah Tuhan sebelum melangkah, seperti Daud, Filipus, Paulus dan lain-lain.(1)
Tuhan menyertai Anda semua. Amin.

note:
* Kisah ini bukan untuk menyindir lho, namun justru untuk menyemangati kedua pendeta yang penulis hormati tersebut. Juga colek Hadi, Benny, Tika dan Oddy :-)
** Artike ini ditulis buat Pdt. Martin Krisanto yang telah berbagi kisahnya.


Versi 1.0: 21 july 2018, pk. 20:35
Versi 1.1: 22 july 2018, pk. 5:55
Victor Christianto
The Second Coming Institute, www.sci4God.com
Books and papers: http://independent.academia.edu/VChristianto

Referensi:
(1) Cindy Jacobs. The voice of God. Light publisher, 2017
(2) Http://lirikcampursarinan.blogspot.com
(3) Kosuke Koyama. Tuhan berkecepatan 3 mil per jam. Url: http://www.sixthgen.com/the-blog/three-mile-an-hour-god
(4) Kosuke Koyama. Tiada gagang pada salib. Lihat karya Evenhaizer Nuban Timo: http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6281/2/ART_Ebenhaizer%20I.%20Nuban%20Timo_Pencarian%20Kesaksian%20Kristen_fulltext.pdf


Lirik / Syair Lagu
Prau Layar
Cipt: Ki Nartosabdo (alm)

Yo konco ning nggisik gembiro
Alerap lerap banyune segoro
Angliyak numpak prau layar
Ing dino minggu keh pariwisoto
Alon praune wis nengah
Byak byuk byak banyu binelah
Ora jemu jemu karo mesem ngguyu
Ngilangake roso lungkrah lesu
Adik njawil mas, jebul wis sore
Witing klopo katon ngawe awe
Prayogane becik balik wae
Dene sesuk esuk
Tumandang nyambut gawe



Victor Christianto
*Founder and Technical Director, www.ketindo.com
E-learning and consulting services in renewable energy
**Founder of Second Coming Institute, www.sci4God.com
Http://www.facebook.com/vchristianto
Twitter: @Christianto2013, Line: @ThirdElijah, IG: @ThirdElijah
***books: http://nulisbuku.com/books/view_book/9035/sangkakala-sudah-ditiup
http://nulisbuku.com/books/view_book/9694/sastra-harjendra-ajaran-luhur-dari-tuhan-a5
http://www.unesco.chair.network.uevora.pt/media/kunena/attachments/731/ChristologyReloaded_Aug2016.pdf
http://fs.gallup.unm.edu/APS-Abstracts/APS-Abstracts-list.htm
http://independent.academia.edu/VChristianto
Http://researchgate.net/profile/Victor_Christianto/
http://www.amazon.com/Victor-Christianto/e/B00AZEDP4E
http://nulisbuku.com/books/view_book/9661/teologi-yesus-sobat-kita-10-artikel-dialog-antara-teologi-dan-sains
http://nulisbuku.com/books/view_book/9693/jalan-yang-lurus-manual-anak-anak-terang-a5
http://www.mdpi.com/journal/mathematics/special_issues/Beyond_Quantum_Physics_Computation

Warta jemaat Minggu, 12 Januari 2020