Senin, 26 Juni 2017

Sejarah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Timur

GKI RESIDEN SUDIRMAN SURABAYA

Sekitar tahun 1929, Liem Soei Tioe sekeluarga yang berasal dari Mojokerto biasa mengadakan “koempoelan roemah tangga” atau “bidstond” di Gang Bogen, Tambaksari yang menjadi cikal bakal Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Timur. Kawasan jalan Residen Sudirman (Ressud) telah memainkan peran penting dalam kancah sejarah awal GKI Jatim.Ds. HAC Hildering yang pernah diutus ke Amoy, Tiongkok; tahun 1932 ditugasi mengembangkan gereja Kristen Tionghoa di Jawa Timur sampai tahun 1952. Selama 20 tahun Hildering tinggal di jalan Ketabangkali 13, Surabaya. Pelayanannya terfokus di kawasan Jl. Residen Sudirman, Surabaya Timur. Ada satu tempat bersejarah yang tidak jauh dari Gang Bogen, yaitu di jalan Kapasari 95, Surabaya. Di situlah awalnya diselenggarakan kebaktian dengan memakai gedung Christelijk Chinese Hollandse School (CCHS).
Ds. Oei Liang Bie menerima panggilan dari GKI Jatim Surabaya tahun 1953 dan ditahbiskan sebagai pendeta jemaat tanggal 6 Januari 1954. Ia menjalin kerjasama yang baik dengan pendeta-pendeta gereja lain di Surabaya. Ketika GPIB akan membangun gedung gereja di Jl. Yos Sudarso Surabaya, mereka menawarkan menjual bangunan semi permanen di Jl. Residen Sudirman 16 Surabaya. Terjadilah transaksi antara GKI yang diwakili oleh Ds. Oei Liang Bie (Pdt. A. J. Obadja) dengan Ds. S. A. R. Hardin dari GPIB pada bulan Maret 1958.
Dengan bangunan yang sangat sederhana itu, sejak tanggal 6 Juli 1958 dimulailah kebaktian setiap hari Minggu pukul 17.00. Kebaktian itu dipimpin oleh Ds. Drs. Han Bin Kong dan dihadiri oleh Tua-Tua dan Diaken dengan disertai pelayanan sakramen. Itulah awal eksisnya GKI Ressud sebagai gereja Tuhan yang mengemban persekutuan-kesaksian-pelayanan di kawasan Surabaya Timur.
Dengan bertambahnya jumlah anggota gereja, dibentuklah Panitia PRG (Pembangunan Rumah Gereja) untuk mewujudkan bangunan yang lebih besar. Bangunan lama yang kecil dibongkar. Peletakan batu pertama untuk pembangunan dilakukan tanggal 23 Agustus 1959. Sementara itu kebaktian dialihkan di jalan Dharmahusada 25, meminjam gedung gereja GKJW.
Dengan selesainya bangunan yang berbentuk gudang, tanggal 5 Mei 1960 gedung gereja diresmikan. Sejak itu gereja ini sering dijuluki “seperti gudang”. Pantas dikatakan gudang karena bentuknya dari muka memanjang dari kiri ke kanan. Tidak ada ciri menara atau simbol salib di luarnya seperti lazimnya sebuah gereja.
Pendeta yang melayani GKI Jatim Surabaya Daerah Ressud adalah Pdt. B. A. Abednego mulai 26 Januari 1964 sampai 2 Januari 1974 Tanggal 3 April 1974 diadakan kebaktian Pengembangbiakan oleh GKI Jatim Surabaya yang saat itu terdiri dari Majelis Gereja Daerah: Sulung Sekolahan, Residen Sudirman, Embong Malang, Diponegoro dan Ngagel Jaya. Momen itu adalah semata-mata fenomena teknis organisatoris dari sebuah sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi. Tidak dipakainya istilah pendewasaan, karena tidak diatur dalam Tata Gereja GKI Jatim tahun 1965, maupun POR (Peraturan Organisasi) GKI Jatim Surabaya tahun 1960. Karena itu rapat pleno GKI Jatim Surabaya memutuskan memakai istilah pengembangbiakan.
Tanggal 11 Maret 1984 dibentuk Panitia Pemugaran dan Pembangunan Gedung Gereja dan Balai Pertemuan (PPPG) GKI Ressud untuk merenovasi Gedung Gereja dan Balai Pertemuan secara total. Gedung Balai Pertemuan tiga lantai diresmikan pada kebaktian Minggu tanggal 6 Oktober 1985. Gedung Gereja dua lantai dengan luas bangunan 957 m2, berkapasitas 1.000 orang, diresmikan pada kebaktian syukur tanggal 7 April 1990. Selama masa pemugaran pembangunan, kebaktian dialihkan dengan meminjam auditorium SMA Kristen PETRA, Jl. Kalianyar Surabaya.
Panitia penggalian sejarah GKI Ressud yang terdiri dari beberapa pendeta, teolog dan aktivis tahun 60-an, telah mengundang beberapa pelaku sejarah saat itu. Proses penggalian sejarah ini dilakukan secara bersama melalui penelitian dokumen, pengumpulan fakta, rapat-rapat, wawancara, maupun angket yang diedarkan kepada beberapa mantan anggota Majelis. Akhirnya Rapat Pleno Majelis GKI Residen Sudirman tanggal 15 Oktober 2003 menetapkan tanggal 6 Juli 1958 sebagai Hari Jadi GKI Residen Sudirman Surabaya.
Gereja membutuhkan komunikator Kristiani, pemimpin yang berwawasan luas dan dapat menjalin komunikasi dengan siapa saja. Ia harus mampu dan mau belajar dari sejarah, memahami tanda-tanda zaman. Untuk itu dibutuhkan ketulusan dan kerendahan hati sebagai seorang hamba yang melayani. Gedung megah bukan tolok ukur keberhasilan, tetapi insan-insan yang disiapkan Tuhan dalam kebersamaan untuk mengemban Amanat Agung Kristus.
Zaman begitu cepat berubah, namun jemaat yang setia kepada panggilan-Nya tidak akan melupakan sejarah yang telah terukir dibelakang. Sejarah adalah karya Allah dalam bentangan garis waktu lini (linear time), ada korelasi antara masa lampau, masa kini dan masa mendatang. Karenanya kita tidak bisa meninggalkan nilai-nilai historis suatu jemaat untuk mengembangkan misi ke depan.
Kita boleh bersyukur, namun kita harus tunduk melihat kekecilan kita untuk melihat kebesaran Allah dan karya-Nya. Makin kita melihat diri besar, makin kita tidak dapat melihat karya Allah yang begitu besar. Namun makin kita melihat diri kecil, kita makin menyadari keberadaan dan pelayanan dalam satu barisan karya Allah yang besar.

Willy Purwosuwito, S.Th., M.A.
Ketua Panitia Penggalian Sejarah
GKI Ressud Surabaya

Church is not an organization, but is living organism.
Church is not building, but it is people, living and loving;
Learning and laboring, leading and following, together …
for the Glory of Christ. (John Mac Arthur)

sumber: https://ressud.wordpress.com/sejarah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warta jemaat Minggu, 12 Januari 2020